Tumpeng merupakan sajian nasi
kerucut dengan aneka lauk pauk yang ditempatkan dalam tampah (nampan besar,
bulat, dari anyaman bambu). Tumpeng merupakan tradisi sajian yang digunakan
dalam upacara, baik yang sifatnya kesedihan maupun gembira.
Tumpeng dalam ritual Jawa jenisnya
ada bermacam-macam, antara lain : tumpeng sangga langit, Arga Dumilah, Tumpeng
Megono dan Tumpeng Robyong. Tumpeng sarat dengan symbol mengenai ajaran makna
hidup. Tumpeng robyong disering dipakai sebagai sarana upacara Slametan
(Tasyakuran). Tumpeng Robyong merupakan symbol keselamatan, kesuburan dan
kesejahteraan. Tumpeng yang menyerupai Gunung menggambarkan kemakmuran sejati.
Air yang mengalir dari gunung akan menghidupi tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan yang
dibentuk ribyong disebut semi atau semen, yang berarti hidup dan tumbuh
berkembang.
Pada jaman dahulu, tumpeng selalu
disajikan dari nasi putih. Nasi putih dan lauk-pauk dalam tumpeng juga
mempunyai arti simbolik, yaitu :
Nasi putih : berbentuk gunungan atau kerucut yang melambangkan tangan
merapatmenyembah kepada Tuhan. Juga, nasi putih melambangkan segala sesuatu
yang kita makan, menjadi darah dan daging haruslah dipilih dari sumber yang
bersih atau halal. Bentuk gunungan ini juga bisa diartikan sebagai harapan agar
kesejahteraan hidup kita pun semakin “naik” dan “tinggi”.
Ayam : ayam jago (jantan) yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu
kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan symbol
menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening).
Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa).
Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk (yang
dilambangkan oleh, red) ayam jago, antara lain: sombong, congkak, kalau
berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak
setia dan tidak perhatian kepada anak istri.
Ikan Lele : dahulu lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele bukan
banding atau gurami atau lainnya. Ikan lele tahan hidup di air yang tidak
mengalir dan di dasar sungai. Hal tersebut merupakan symbol ketabahan, keuletan
dalam hidup dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah
sekalipun.
Ikan Teri / Gereh Pethek : Ikan teri/gereh pethek dapat digoreng dengan tepung atau
tanpa tepung. Ikan Teri dan Ikan Pethek hidup di laut dan selalu bergerombol
yang menyimbolkan kebersamaan dan kerukunan.
Telur : telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan
disajikan utuh dengan kulitnya, jadi tidak dipotong – sehingga untuk memakannya
harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita
harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya
demi kesempurnaan.
Piwulang jawa mengajarkan “Tata,
Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang
terencana, teliti, tepat perhitungan,dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga
melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama, yang
membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.
Sayuran dan urab-uraban: Sayuran
yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih
dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga
mengandung symbol-simbol antara lain :
- Kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung, tercapai.
- Bayam (bayem) berarti ayem tentrem.
- Taoge/cambah yang berarti tumbuh.
- Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/innovative,
- Brambang (bawang merah) yang melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik buruknya,
- Cabe merah diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan atau tauladan yang bermanfaat bagi orang lain.
- Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya.
- Bumbu urap berarti urip/hidup atau mampu menghidupi (menafkahi) keluarga.
Pada jaman dahulu, sesepuh yang
memimpin doa selamatan biasanya akan menguraikan terlebih dahulu makna yang
terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian para hadirin yang datang tahu
akan makna tumpeng dan memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta
nasehat. Dalam selamatan, nasi tumpeng kemudian dipotong dan diserahkan untuk
orang tua atau yang “dituakan” sebagai penghormatan. Setelah itu, nasi tumpeng
disantap bersama-sama. Upacara potong tumpeng ini melambangkan rasa syukur
kepada Tuhan dan sekaligus ungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan.
Ada sesanti jawi yang tidak asing
bagi kita yaitu: mangan ora mangan waton kumpul (makan tidak makan yang penting
kumpul). Hal ini tidak berarti meski serba kekurangan yang penting tetap
berkumpul dengan sanak saudara. Pengertian sesanti tersebut yang seharusnya
adalah mengutamakan semangat kebersamaan dalam rumah tangga, perlindungan orang
tua terhadap anak-anaknya, dan kecintaan kepada keluarga. Di mana pun orang
berada, meski harus merantau, harus lah tetap mengingat kepada keluarganya dan
menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudaranya.
Mungkin sebaiknya, adakan selamatan
dan buatlah nasi tumpeng di Istana Negara, dan Bapak Presiden dapat menguraikan
terlebih dahulu makna yang terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian
para hadirin yang datang terutama para pejabat, tahu akan makna tumpeng dan
memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta nasehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar